KUMPULAN TUGAS KULIAH DAN MAKALAH _ADMINISTRASI _ADMINISTRASI NEGARA _ADMINISTRASI PUBLIK _KEBIJAKAN _MANAGEMEN _ORGANISASI _KEAGAMAAN _DAN LAIN LAIN

Sunday 30 October 2016

KERITERIA PERUSAHAAN NEGARA (BUMN)

BAB I
PENDAHULUAN

Perusahaan Negara sangat berpengaruh terhadap berkembangnya perekonomian sampai kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya kriteria yang di bahas dalam perusahaan Negara ini maka akan dengan mudah mengevaluasi pencapaian tujuan melalui proses strategi yang tepat untuk di terapkan. Selain itu sangat penting sebagai khazanah keilmuan yang dapat di terapkan perusahaan Negara sehingga tidak keluar dari tujuan pada undang-undang yang telah di tetapkan dan bentuk penyelesaian terhadap masalah yang terjadi di Indonesia.
Banyaknya perusahaan Negara yang pada awalnya ingin memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat ternyata sekarang sudah menyimpang dari tujuannnya. Penyimpangan inilah yang menjadi masalah utama mengenai kriteria perusahaan Negara yang harus di kaji dan di evaluasi termasuk untuk kesejahteraan di daerah tertinggal. Disini di butuhkan usaha perusahaan untuk memajukan daerah tersebut. Dari mulai infrastruktur, kesejahteraan tenaga kerja sampai penghasilan penduduk di daerah itu. Lalu bagaimana dampak keberadaan perusahaan Negara yang berdiri di lingkungan tersebut.
Topik ini di bahas berdasarkan kajian pustaka dan sumber dari jurnal. Berbagai literatur seperti buku Administrasi Perusahaan Negara menjadi pokok pembahasan dari masalah yang di ambil. Sehingga setiap teori sampai solusi yang di berikan dapat di pertanggungjawabkan.
Semoga dengan adanya pembahasan ini memberikan solusi bagi terlaksananya perusahaan Negara yang mengarah pada keutuhan masyarakat. Strategi tepat yang di laksanakan perusahaan dapat menjadikan masyarakat tumbuh berkembang sehingga semua kebutuhan dapat tercapai dengan baik. Selain itu menjadikan perusahaan Negara tetap memprioritaskan kinerjanya menjadi lebih baik dari segi finansial dan manajerialnya.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kriteria Perusahaan Negara
Penampilan perusahaan negara lebih banyak ditentukan oleh pengaruh yang ditimbulkan oleh hubungan perusahaan negara dengan negara sebagai pemilik. Namun demikian, secara de facto pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif atau negatif. Perusahaan Negara adalah perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya merupakan kekayaan Negara. Keberadaan perusahaan Negara adalah untuk membangun perekonomian secara sosial dengan demokrasi ekonomi yang mengutamkan rakyat.
Fritz Morstein Mark dan LAN[1] menyatakan bahwa administrasi perusahaan Negara itu tumbuh sebagai perluasan fungsi pemerintah yang di wadahkan ke dalam suatu bentuk organisasi administrasi yang bersifat khusus.
Menurut W. Friedmann[2] dengan adanya kompleksitas keadaan sosial dan ekonomi maka timbul pula masalah teknis dalam mengelola usaha-usaha Negara dalam skala besar.
Ramanadham[3] menyatakan bahwa perusahaan Negara lebih fokus pada kewirasahaan ( business). Sisi kewirausahaan di anggap penting karena sisi ini dapat di jadikan sebagai pondasi yang kuat dan stabil bagi pengembangan suatu perusahaan Negara yang modern.
Perusahaan Negara menurut Fernandes[4] merupakan suatu organisasi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dimiliki Negara, terlibat dalam kegiatan ekonomi dalam bidang industri, pertanian, perdagangan dan jasa, terlibat dalam kegiatan investasi an perkembangan investasi, melakukan penjualan barang dan jasa dan seluruh kegiatan yang di lakukan dapat dinyatakan dalam neraca dan perhitungan laba-rugi.
Menurut Molengraaff[5] bahwa perushaan Negara merupakan badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang perekonomian yang mempunyai bentuk hukum ternetu.
2.2 Perkembangan kriteria perusahaan Negara
Evaluasi penampilan perusahaan negara tidaklah berdiri sendiri karena dapat dihubungkan/dikaitkan dengan sistem administrasi perusahaan negara, otonomi perusahaan negara, otonomi perusahaan negara dan coorporate plan. Evaluasi terhadap perusahaan negara sebetulnya menyangkut tiga hal, yaitu bagaimana mengembangkan kriteria untuk mengevaluasi pencapaian (a) commercial goals, (b) economic goals, (efisiensi dan efektivitas), dan (c) social goals perusahaan negara.[6]
a.       Kriteria dalam Pencapaian Commercial Goals
Kriteria yang biasa dipakai dalam mengukur pencapaian commercial goals adalah keuntungan/ profitability/ surplus seperti halnya yang terdapat pada perusahaan swasta. Bagi perusahaan negara, kriteria ini sebetulnya kurang memadai karena ada faktor-faktor eksternal yang dapat memengaruhinya, seperti pengendalian harga, faktor input dan output yang dibeli oleh suatu perusahaan negara dari perusahaan negara lain atau melalui pasar. Keuntungan/ profitability/ surplus secara sederhana dapat dinyatakan sebagai suatu perbedaan antara pendapatan (revenue) dan biaya (cost). Kriteria lain yang juga dipakai dalam mengevaluasi perusahaan negara adalah likuiditas (debt/equity ratio) untuk mengukur kemandirian perusahaan. Masih banyak kriteria lain yang bersumber dari administrasi perusahaan yang dapat dipakai untuk mengevaluasi pencapaian commercial goals perusahaan negara. Namun demikian, kehati-hatian perlu dijalankan karena ada kalanya perusahaan negara berada dalam imperfect competition (pengendalian harga, accounting, benefit yang sesungguhnya bukanlah benefit yang sebenarnya.
b.      Kriteria dalam Pencapaian Economic Goals
Yang dimaksud dengan economic goals di sini adalah hal-hal yang berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas perusahaan negara. Hal yang menjadi pokok perhatian disini adalah mengenai biaya yang harus dibayar terhadap kualitas dan kuantitas sumber daya atau barang dan jasa yang  dihasilkan dikaitkan dengan sumber daya yang dipakai (efisiensi), sedangkan efektivitasnya dikaitkan dengan pencapaian tujuan perusahaan negara. Dalam hubungan ini, sudah terdapat kriteria yang dapat dipakai oleh perusahaan negara dalam mengukur pencapaian economic goals, antara lain kriteria pemanaatan kapasitas terpasang, inventory ratios, consumption coeficient, dan standar tenaga kerja.
c.       Kriteria dalam Pencapaian Social Goals
Akhir-akhir ini memang telah dikembangkan suatu sistem evaluasi perusahaan negara yang dapat dikatakan sebagai suatu usaha untuk menggabungkan beraneka ragam indikator/ kriteria ke dalam suatu indikator komposit. Namun demikian, indikator penampilan sosial perusahaan negara masih tetap mengalami kesukaran. Kesukaran tersebut terutama terletak dalam cara melakukan kuantifikasi. Oleh sebab itu, cara yang masih dapat dipakai adalah berusaha mengidentifikasi social goals perusahaan negara sedini mungkin, dan kemungkinan memasukannya ke dalam strategi dan rencana perusahaan. Prinsip yang dipakai dalam hal ini adalah social goals perusahaan negara bukanlah ex post rationalization of result, melainkan ex ante declaration of intern.
Sebagaimana dimaklumi bahwa kesukaran-kesukaran yang ditimbulkan dalam membangun kriteria evaluasi perusahaan negara bersumber dari pandangan dikotomi dan terdapatnya kompleksitas dalam manajemen perusahaan negara.
Teori dikotomi administrasi perusahaan Negara berkaitan dengan pencapaian tujuan-tujuan perusahaan Negara. Ada beberapa pandangan tentang teori dikotonomi dalam administrasi perusahaan Negara.[7]
·      Pertama, komisi Reformasi Administrasi pemerintah India menyatakan, “perusahaan Negara harus memperhatikan prinsip-prinsip kewirausahaan (business) dan komersial, akan tetapi keuntungan bukanlah faktor penentu seperti halnya dengan usaha swasta.
Misalnya dalam usaha komersial yang dilakukan pemerintah, lokasi proyek di daerah terbelakang atau pemberian jasa penerbangan melalui rute yang tidak mengutungkan maka kepentingan masyarakat lebih merupakan faktor yang menentukan ketimbang motif keuntungan. berbeda dengan sektor swasta di mana keuntungan merupakan motif maka tujuan usaha dalam sektor publik adalah kesejahteraan masyarakat. Perusahaan Negara di samping mendorong dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi, harus pula mampu menyediakan barang dan jasa dengan standar kualitas dan harga yang memadai.
·      Kedua, Saleh Affif mengemukakan, “adalah titik wajar untuk mengharapkan BUMN berperan sebagai usaha busines semata, tanpa menghiraukan kenyataan bahwa BUMN merupakan aparat pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan”.
·      Ketiga, W Friedman mengemukakan “perusahaan publik mempunyai dua hakekat. Ditinjau dari aspek komersial dan manajerial, perusahaan-perusahaan publik merupakan perusahaan komersial dan esensinya berstatus hkum privat. Tetapi sejauh perusahaan-perusahaan itu untuk mencapai tugas-tugas publik yang diberikan pemerintah dan parlemen, perusahaan-perusahaan itu adalah memiliki otoritas publik, dan menjadi subjek yang diawasi oleh pemerintah, yang biasanya pembatasan ini dirumuskan oleh status dan dikembangkan oleh konvensi”.
Pandangan dikotonomi dalam perusahaan Negara banyak dianut oleh para ahli, akan tetapi terdapat pula ahli lainnya melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan Negara semakin kompleks. Panglaykim (1984) melihat semakin bercabangnya tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan Negara dan kemungkinan konflik antara tujuan-tujuan tersebut dapat terjadi. Bagi Praxy Fernandes, pikiran yang terkandung dalam komisi Reformasi Administrasi, pemerintah India yang tampaknya agak kurang menekankan pentingnya pencapaian tujuan keuntungan perusahaan Negara berakibat hilangnya ciri perusahaan Negara sebagai perusahaan dan berubah menjadi instansi pelayanan pemerintah. Konsekuensi lain yang dapat timbul adalah suatu alibi yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan Negara yang tidak berhasil dalam mencapai tujuan-tujuan keutungan finansial.
Dikotonomi tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan Negara sebaiknya jangan sampai ditafsirkan sebagai suatu konflik. Kalaupun perusahaan Negara dibebani dalam pencapaian tujuan sosial/pembanguan maka tujuan tersebut harus dapat dirumuskan secara nyata dalam corporate plan. Bahkan untuk berkelanjutan tujuan-tujuan sosial dan pembangunan maka perusahaan Negara harus tetap mendapatkan keuntungan dari usahanya itu. Konsep finansial profitability sebaiknya dapat ditafsirkan bahwa finansial profitability yang diperoleh akhirnya dapat dipakai untuk mendapat tjuan-tujuan sosial.
Oleh karena itu, dalam penetapan harga selayaknya produk perusahaan-perusahaan Negara juga mengikuti mekanisme pasar agar suapaya mereka tetap mendapatkan keuntungan. Kalaupun pemerintah menginginkan harga produk perusahaan-perusahaan Negara tersebut dibawah harga mkanisme pasar maka pemerintah harus mensubsidi harga produk yang bersangkutan untuk kelompok konsumen tertentu. Misalnya PT PLN harus dapat menjual listrik dengan harga sama untuk seluruh kelompok konsumen. Apabila pemerintah mengharapkan tarif tertentu untuk kelompok konsumen rumah tangga maka selisih harus dibayar oleh pemerintah melalui mekanisme subsidi.
Menurut Irwan (1988) untuk dapat melihat secara lebih baik mengenai pencapaian tujuan-tujuan finansial dan sosial profitability maka ada 4 (emapt) situasi yang dihadapi oleh suatu perusahaan Negara, yaitu:
Situasi A:  1. Finansial Profittability               -- Ya
2. Sosial Profitability                    -- Ya
Situasi B:   1.  Finansial Profittability -- Tidak
2. Sosial Profitability                    -- Tidak
Situasi C:   1. Finansial Profittability              -- Ya
2. Sosial Profitability                    -- Tidak
Situasi D:  1. Finansial Profittability               -- Tidak
2. Sosial Profitability                    -- Ya
Dari keempat situasi tersebut maka situasi B perlu kita tolak, karena situasi B merupakan situasi negative. Situasi yang memerlukan pemikiran lebih jauh adalah situas C dan D. dalam sitasi C kita harus meneliti apakah keputusan  yang bertujuan mewujudkan Finasial Profitability tidak bertentangan dengan pencapaian tujuan Sosial Profitability. Jika terdapat konflik maka situasi C perlu kita hindari . jika situasi C sifatnya netral maka situasi C dapat diperhankan. Dalam situasi C Sosial Profitability dipertahankan, jika demikian halnya maka pembuat kebijakan perlu mempertanyakan kerugian finasial yang ditimbulkannya harus dibayar oleh siapa?
2.3 Dimensi Kriteria Perusahaan Negara
Fernandez dalam mengembangkan mekanisme dasar evaluasi perusahaan negara adalah untuk menciptakan sistem evaluasi komposit. Sebagaimana dikemukakan oleh Fernandez bahwa model persamaan dapat diisi dengan berbgaia dimensi. Fernandez membaginya sebagai berikut:
·      fisik (sama dengan kriteria pencapaian economic goals perusahaan negara).
·      finansial (sama dengan kriteria pencapaian commercial goals perusahaan negara).
·      Pemasaran
·      Sosial Ekonomi (sama dengan pencapaian social goals perusahaan negara).
Dari keempat dimensi yang dikemukakan itu, Fernandez mengakui sosial ekonomi yang komperensif sangat sukar dikembangkan. Dalam hubungan ini, hal yang dapat dilakukan yang masih dapat dilakukan adalah mengembangkan metodologi terhadap kasus-kasus tertentu. Melalui kasus-kasus tertentu ini diusahakan identifikasi, kuantifikasi, dan komperensi kedalam indikator-indikator penampilan. Sebagai contoh dapat dikemukakan metodologi penampilan sosial perusahaan negara dalam kasus pengembangan daerah terbelakang tersebut.
Tujuan Nasional
Pengembangan Daerah Terbelakang
Perumusan tujuan-tujuan perusahaan yang dicantumkan di dalam corporate plan
Oleh karena tujuan perusahaan pada hakikatnya menyediakan barang-barang konsumsi yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, oleh sebab itu perusahaan dapat menerima usaha pengembangan daerah sebagai bagian dari tujuan nasional. oleh karena pengembangan daerah terbelakang itu menjadi salah satu dari tujuan perusahaan, maka perusahaan dapat menerima tugas-tugas yang akan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan regional yang tercermin dalam operasi perusahaan.
Pemisahan corporate objective dalam komponen khusaus.
1.     Didalam memilih instalasi, maka secara sadar preferensi diberikan kepada lokasi yang terdapat didaerah terbelakang.
2.     Dalam membangun infrastruktur yang akan memberikan dukungan jasa kepada instalasi perusahaan, maka jasa tersebut dinikmati oleh daerah yang bersangkutan.



3.    Dalam rangka usaha meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja perusahaan, maka perusahaan memperluas fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh daerah.


4.     Melalui instalasi yang dibangun di daerah terbelakang dapat diciptakan lapangan kerja bagi orang-orang yang berdiam didaerah yang bersangkutan.

5.     Dalam rangka menambah penghasilan penduduk daerah maka perusahaan memisahkan unsur pengadaan dengan pembelian.



6.     Perusahaan ingin mendorang kegiatan-kegiatan yang bersifat mendukung industri kecil yang berada disekitar lokasi perusahaan.

7.     Perusahaan akan melakukan usaha-usaha positif untuk mencegah dampak yang tidak diinginkan terhadap daerah dan berusaha meningkatkan kewaspadaan dalam menangani polusi.
8.     Perusahaan akan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan lingkungan hidup di sekitar instalasi perusahaan.

9.    Perusahaan akan membina hubungan yang akrab dengan pejabat setempat dan akan memberika bantuan manajerial dan teknis dalam memecahkan permasalahan daerah.
Kriteria Evaluasi
1.      Berapa banyak instansi perusahaan yang telah dibangun dan beberapa banyak instansi tersebut berada di daerah terbelakang?
2.      Apa saja infrastruktur yang telah dibangun? Listrik, air bersih, jalan? Apakah jasa infrastruktur dipakai semata-mata oleh daerah yang bersangkutan? Kuantifikasi listrik dan persediaan air yang ada! Apakah jalan yang dibangun dimanfaatkan pula dengan tujuan-tujuan lain, selain dari keperluan operasi-operasi instalasi?
3.    Pelayanan kesejahteraan apa saja yang telah diberikan kepada tenaga kerja, perusahaan, sekolah, rumah sakit, pusat kesehatan, klinik keluarga berencana, tempat-tempat rekreasi? Apakan fasilitas dapat dimanfaatkan oleh daerah ?
4.    Berapa banyak pekerjaan yang telah diciptakan melalui pendirian instalasi. berapa banyak pekerjaan itu dapat diisi oleh daerah dan berapa banyak yang didatangkan dari daerah lain?
5.    Berapa banyak persediaan bahan baku/inputs yang dibeli oleh instalasi perusahaan? Berapa bana
banyak  bahan yang dibeli dari daerah yang bersangkutan? Berikan persentase penyediaan inputs yang dibeli dari daerah yang bersangkutan!
6. Apakah industri kecil itu telah dikembangkan? Berapa jumlahnya? Berapa lapangan kerja dan perputaran modal yang dihasilkan oleh kegiatan pendukung tersebut?
7. Gambarkanlah potensi bahaya polusi yang disebabkan oleh instalasi perusahaan! Berikanlah upaya anti polusi dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu?
8. Berikanlah kontribusi yang telah diberikan dalam rangka meningkatkan lingkungan hidup disekitar intalasi perusahaan! Apakah perusahaan telah membangun kebun bunga, taman tempat bermain, dsb?
9. Hubungan-hubungan apa saja yang telah dikembangkan dengan pejabat daerah. Kontribusi apa saja yang telah diberikan perusahaan terhadap pemecahan masalah-masalah daerah?

Kecenderungan ke arah otonomi memang terasa kuat, terutama bagi perusahaan-perusahaan negara yang telah mencapai tingkat keuntungan yang tinggi. Perusahaan negara yang mencapai tingkat keuntungan yang tinggi ini perlu pembedaannya dari perusahaan negara yang mencapai keuntungan melalui monopoli.
Konsep otonomi perusahaan negara tentulah tidak berdiri sendiri, ada kaitannya dengan efisiensi/efektivitas, pengawasan pemerintah dan kompetisi. Konsep otonomi perusahaan negara pada dasarnya mengandung dua hal, yaitu (1) otonomi finansial, dan (2) otonomi manajerial. Selanjutnya, otonomi itu sendiri terkait pula dengan accountability (pertanggungjawaban). Dalam kepustakaan, tentang konsep otonomi perusahaan negara dihubungkan dengan penampilan/prestasi yang didalamnya terkandung asas keseimbangan. Penampilan yang baik dari perusahaan negara akan dapat timbul bila terdapat keseimbangan natara pengawasan negara dan otonomi perusahaan negara. Konsep pengawasan dalam asas keseimbangan ini dapat diartikan sebagai control without interference.











BAB III
KESIMPULAN

Kriteria perusahaan Negara berhubungan dengan tindakan evaluasi dengan maksud untuk mengetahui kinerja perusahaan Negara karena di berikannya wewenang khusus atau otonomi perusahaan Negara. Evaluasi terhadap perusahaan negara menyangkut tiga hal, yaitu bagaimana mengembangkan kriteria untuk mengevaluasi pencapaian (a) commercial goals, (b) economic goals, (efisiensi dan efektivitas), dan (c) social goals perusahaan negara.
Kesukaran-kesukaran yang ditimbulkan dalam membangun kriteria evaluasi perusahaan negara bersumber dari pandangan dikotomi dan terdapatnya kompleksitas dalam manajemen perusahaan negara. Teori dikotomi administrasi perusahaan Negara berkaitan dengan pencapaian tujuan-tujuan perusahaan Negara. Permasalah yang muncul dengan adanya dikotomi akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan-tujuan Negara yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.







                                                                                                      



[1] Dr Akadun. Administrasi perusahaan Negara. 2009. hlm:71
[2]  Op cit. hlm:73
[3] Pariata, Westra. Administrasi Perusahaan Negara, Perkembangan & Permasalahan. 2009. hlm:29
[4] Op cit. hlm:47
[5] Prof. Abdulkadir Muhammad , S.H. Hukum perusahaan Indonesia. 2010. hlm:10
[6] Pariata, Westra. Administrasi Perusahaan Negara, Perkembangan & Permasalahan. 2009. hlm:57
[7] Dr Akadun. Administrasi perusahaan Negara. 2009. hlm:80

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Powered by Blogger.

TUGAS KULIAH, MAKALAH, ADMINISTRASI PUBLIK, KEBIJAKAN, MANAGEMEN, KEPEMIMPINAN, ORGANISASI DAN KEAG

Blogger templates

Blogroll